Rabu, 27 April 2011

Surga pemburu buku-buku Langka


  
Tidak terlalu sulit untuk mengetahui dimana terdapat penjual buku bekas atau buku  Loak Hampir disetiap kota terdapat para pedagang buku bekas, dari mulai toko buku besar hingga PKL. Tempat-tempat itu bagaikan surga bagi para pecinta buku yang gemar berburu buku tua nan langka.
Di Solo ada dua kawasan yang terkenal dengan kios atau PKL penjual buku bekas. Sebut saja Busri yang letaknya berada di kawasan belakang Sriwedari dan satunya lagi berada di depan alun-alun utara atau sering orang menyebut di kawasan Gladag. Wilayah perdagangan itu mulai aktif sejak pukul 09.00 hingga pukul 16.00. Dan uniknya pedagang buku bekas ini sudah ada sejak tahun 1970 yang diawali oleh tiga orang pedagang saja.
Di Gladag terdapat 20 pedagang buku bekas namun yang buka rutin setiap harinya hanya 14 PKL. Tahun 1997, para pedagang ini mulai menempati kios di Gladag. Awalnya mereka hanya berjualan dengan cara oprokan dengan menggunakan terpal lantas menggelar dagangannya ditempat, atau kios yang mudah berpindah tempat yakni berbentuk gerobak. Seiring perjalanan keberadaan pedagang buku loak akhirnya memiliki kios permanen seperti kondisi sekarang ini.
Jika di Busri kebanyakan pembelinya dari kalangan pelajar dan mahasiswa, lain halnya dengan PKL di Gladag. Kios buku bekas disini selain sering dikunjungi oleh masyarakat umum juga kerap disambangi oleh para kolektor buku. Sekalipun tampak kumuh, namun tempat ini masih bisa dijumpai harta karun bernilai tinggi, yakni buku antik dan unik. Seperti naskah-naskah kuno dengan bahasa arab dan jawa carik yang biasanya sering orang jumpai di perpustakaan Keraton Kasunana, Mangkunegaran, dan Radyapustaka. Inilah yang biasanya diburu para kolektor.
Bambang Th (55) pedagang buku-buku langka mengaku jika hanya mengandalkan buku-buku baru saja tidak bisa jalan. “berjualan buku bekas yang paling menguntungkan saat lakunya buku kuno. Biasanya satu buku kuno yang cari bisa 20 orang. Ini yang membuat perdagangan buku loak menjadi bagus.” Katanya. Meskipun terbilang jarang lakunya namun bambang tetap mencari buku-buku langka yang menjadi incaran para kolektor.
Bambang menambahkan buku-buku langka itu ia dapatkan dari tempat-tempat penampungan rongsokan yang kemudia ia beli dengan harga perkilonya Rp.750. “biasanya saya mengambil dari 25 pemasok barang-barang bekas di Solo. dan buku-buku langka itu sering saya peroleh dari campuran rongsokan seperti botol-botol bekas.” Imbuhnya.
Jika sudah laku per buku harganya bisa mencapai ratusan ribu bahkan bisa sampai jutaan rupiah tergantung kualitas dan lamanya buku tersebut. Padahal jika dibandingkan dengan modal awal yang ia keluarkan cukup puluhan rupiah saja. Namun keuntungan yang didapat melebihi dari modal yang ia keluarkan.